Jumat, 15 November 2019

shithappens #1

Kembali lagi dengan dingin malam, seperti hari-hari biasa. Duduk bersama kawan sekadar untuk memecah keheningan ruang dan menenangkan krisis eksistensi dalam diri. Sulit sekali menjadi orang yang "individual" sekali lagi teori bahwa manusia adalah mahkluk sosial membuktikan kebenarannya. Gejolak tentang makna dari eksistensi ku perlahan menjadi samar sembari di sapu candaan-candaan receh ala anak lorong kota.
Share:

Selasa, 04 Juni 2019

Bingung



Dengan kesadaran yang masih terjaga pada pukul 4 pagi itu, aku perlahan memberanikan diri untuk memikirkan masa depan ku yang hingga saat ini masih belum tergambar di benak ku.

Kebanyakan menghabiskan hidup untuk menjelajahi lembaran buku dan bercengkrama dengan banyak individu, membuat ku tidak sempat menjelajahi diri ku. Bagaimana kah diri ku? Sudah siapkah aku menghadapi dunia luas yang kejam kata orang-orang. Aku adalah seorang anak yang di besarkan dengan segala kebebasann yang tidak pernah bisa aku pahami.

Semakin bertambah usia ku, semakin juga aku menjadi orang yang bingung. Perkuliahan ku terlambat selesai, tetapi tidak ada juga yang memaksa kan ku untuk menyeleasikan nya dengan segera. Ibu dan Ayah ku tidak pernah memaksakan kehendak nya ke padaku semenjak aku duduk di bangku sekolah menengah. Mereka membiarkan ku menjelajah segala kemungkinan. Sesekali juga mereka mengingatkan bila aku melewati batas.

Akan tetapi, pembiaran itu yang selalu membuat ku bertanya. Ku akui, pembiaran mereka mengantarkan diri ku ke jendela kehidupan yang luas, kehidupan yang penuh dengan kemungkinan-kemungkinan. Mata ku terbuka lebar akan dunia, pikiran ku pun juga terbuka menerima segala yang bisa ku pelajari. Hasil yang tidak aku sukai adalah, aku menjadi orang yang bingung.

Aku bingung. Apakah aku akan menjadi seorang buruh pekerja? Yang mengabdikan sisa umurnya setelah pendidikan kepada suatu korporasi atau pribadi lain? Sementara aku sudah mempelajari kebusukan-kebusukan mereka. Apakah aku harus menjadi pengusaha? Yang fokus memperkaya materi tanpa mempertimbangkan kesejahteraan dari para indivisu yang bekerja kepada ku. Atau kah harus aku menjadi seorang politisi yang selalu saja mengeluarkan larangan atas hal-hal yang tidak pernah aku jalani atau alami? Ibu jujur aku bingung.

Aku tak mau menjadi itu semua. Tetapi bagaimanakah kehidupan ku kelak? Apakah harus merubah diri menjadi apa yang dunia inginkan? Tetapi dari buku yang kau berikan padaku, aku pernah membaca setangkai widuri itu indah namun berduri, jangan lah kau hilangkan duri nya sebab ia tak akan lagi indah bila kau lakukan. Haruskah aku menghianati diri dan pemikiran ku?

Maafkan aku yang terlalu banyak bertanya ibu. Aku hanya sedang ke bingungan saja.

-d
Share: